“Sesungguhnya puasa itu tidak lain adalah perisai; apabila salah seorang di antara kamu sedang berpuasa makas janganlah berkata kotor dan jangan pula bertindak bodoh; dan jika ada seseorang yang menyerangnya atau mencacinya maka hendaklah ia mengatakan sesungguhnya aku berpuasa.”1
“Beruntunglah orang yang menyucikan dirinya,”2; menyucikan diri dari segala sesuatu, yang dapat menjauhkan atau menghalangi pelakunya dari sesuatu itu. Allah Swt. berfirman, “Dia mengingat nama Tuhannya. Setelah itu, dia mendirikan shalat.”3
Seseorang yang bermakrifat kepada Allah melalui asma-Nya dapat mengantarkannya untuk hadir di hadapan-Nya. Oleh karena itu, orang itu sangatlah beruntung karena dia telah menyucikan dirinya dari hawa nafsu sehingga bisa berdekatan dengan Tuhannya dan meraih cahaya-Nya.
Misalnya, dalam perjalanannya di saat sholat, usai melewati keadaan kesadaran ego dan memasuki keadaan kehilangan diri dan terserap di dalam cahaya Tuhan, ia telah mencapai, apa yang menjadi makna perkataan Nabi s.a.w., “Matilah sebelum engkau mati”5 atau kemudian menjadi Cahaya Tuhan.
NOTES:
1HR Bukhari dan Muslim; 2QS al-Alâ [87]: 14; 3QS al-A’lâ [87]: 15); 4Al-Muqri, Nafhuth Thayyib, dalam Sharhu Hikām al-Shaikh al-Akbar, “Barang siapa ingin melihat kepada orang mati yang bisa berjalan di permukaan bumi maka lihatlah kepada Abu Bakar Radiyallahu `anhu”. Semakna dengan hadis di atas, juga ada hadis yang menyebutkan “mūtū qabla an tamūt” (al-Ajluni, Kashful Khafa).
─
“Keutamaan seorang alim atas ahli ibadah seperti keutamaanku atas orang yang paling rendah (hina) di antara kalian. Sesungguhnya Allah, para malaikat-Nya dan para penghuni langit dan bumi (termasuk semut yang berada di lobangnya dan ikan-ikan) benar-benar bershalawat atas orang-orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.”5
6HR Tirmidzi
─
Fi
Musafir Mafakir
Mozila, (-8° 27′ 36.22″ S, 118° 43′ 36.01″ E); Thursday, April 4, 2024 ~ Ramadhan 1445, 25 H; 04:49:37 PM
#ramadhan
#amalibadah #meraihsurga